Lectio Divina

 

1.Sekilas Tentang Lectio Divina


Guido Tisera dalam bukunya “Spiritualitas Alkitabiah” menceritakan kisah kehidupan Charles de Foucauld yang sangat menginspirasi (meninggal sebagai missionaris di Afrika Utara), bahwa Foucauld “mengalami dan mendengar Allah”, berbicara kepadanya melalui Alkitab (Lectio Divina).[1] Yang kemudian memberinya kekuatan untuk melanjutkan perjalanannya bahkan di saat-saat ia merasa kecil hati dan kesepian. Memang benar, hanya dalam doa, kita-dalam Roh-mendapat pengalaman tentang Allah, mendengar Allah, mengerti kehendak Allah, melalui pembacaan Kitab Suci, seperti sikap Maria yang duduk di kaki Yesus dan terus mendengarkan perkataan-Nya (Luk. 10: 39).[2]

Lectio Divina (Bacaan Ilahi) adalah membaca, merenungkan, merespon dan berteduh di dalam firman Alllah, sehingga dengan demikian, ketika melakukannya kita harus memerhatikan lokasi (tempat yang sunyi), menyediakan waktu khusus, dan memiliki Alkitab sendiri. Lectio Divina merupakan cara yang sangat tradisional dalam membangun hubungan dengan Tuhan yang telah dipraktikkan dan dikembangkan oleh Santo Benedictus dari Nursia (480-547).[3] Lectio Divina tidak bisa dilakukan dengan buru-buru, namun membutuhkan proses: ibaratkan menikmati kopi atau teh yang nikmat apabila diminum secara perlahan, karena terjadi proses pengendapan  (kristalisasi) firman Tuhan di sana, di dalam pikiran, hati dan jiwa. Pada abad ke 12, Guigo II kemudian mensistematisasi tahapan-tahapan Lectio Divina, yang disebut sebagai “tangga para rahib”. Tahapan-tahapan tersebut adalah Lectio (membaca), Meditatio (meditasi), Oratio (berdoa), Contemplatio (kontemplasi), dan seiring perkembangannya orang kemudian menambahkan tahap yang kelima yakni Actio (aksi).[4]

2.Lectio Devina

Sebelum memulai, persiapan terlebih dahulu: berdoa, memohon tuntunan Roh Kudus

a)      Lectio (Bacaan Filipi 2:5-11)

Membaca Filipi 2: 5-11. Membaca dengan hati, dengan memusatkan pikiran dan perhatian, membaca secara perlahan, kata demi kata, kalimat demi kalimat, membaca berulang kali. Apabila ada kata atau kalimat yang mengusik ataupun menarik (menyenangkan, menjengkelkan, atau menantang) berhentilah membaca dan renungkanlah bagian tersebut.

b)      Meditatio (Meditasi)

Bermeditasi, menyimpan sabda Allah itu dalam hati, menghafal dan merenungkannya berulang-ulang, Tuhan ingin berbicara apa kepadamu?  Dengarkanlah! Dengarkan kata per kata, kalimat per kalimat. Berhentilah dan bermeditasilah pada kata maupun kalimat yang “mengena” tersebut dengan cara mengulanginya berkali-kali (seperti sapi yang mengunyah makanannya hingga berkali-kali). Misalnya, ketika Lectio: kalimat yang mengusik (tergantung masing-masing) adalah, “….Ia merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati. (Filipi 2: 8b)”, maka ulangilah kalimat tersebut berkali-kali.

c)      Oratio (Berdoa)

Berbicaralah kepada Tuhan, responlah firman-Nya dan teduhkan hati untuk mendengarkan-Nya. Sampaikan perasaan, pergumulan, rasa takut, kuatirmu kepada Tuhan meresponi bacaan tersebut. Ungkapkanlah rasa syukur dan pujilah Dia atas firman-Nya yang telah berbicara kepada Saudara. Doa sebaiknya singkat dan murni, hindari doa yang panjang-panjang dan bertele-tele. Misalnya, “Tuhan, tolong saya untuk menjadi pribadi yang rendah hati dalam keseharian saya dan senantiasa taat pada-Mu”.

d)      Contemplatio (Kontemplasi)

Merenung, hening, teduhkan hati, tutup mata, menarik nafas dengan teratur. Angkatlah dirimu pada Allah, tinggal dan berpautlah pada-Nya, menikmati, meresapi dan mengalami Tuhan, merenungkan makna kata ataupun kalimat yang mengusik dari bacaan tersebut dan hubungannya dengan pengalaman hidup kita, lihatlah semua itu dari terang Allah. 

 

e)      Actio (Aksi)

Bawalah “kata” maupun “kalimat” dari renungan itu ke dalam keseharian Saudara untuk kembali direnungkan, didoakan, dan biarlah ia mengalami kristalisasi dalam diri kita. Biarlah renungan tersebut dihidupi, menjadi gaya hidup dan komitmen kita. Misalnya, kita berkata pada diri sendiri, “bahwa saya mau belajar rendah hati saat ini, saat sharing dengan teman-teman, dalam keseharian saya; dalam keluarga, pekerjaan, dalam segala hal. Saya belajar taat kepada Allah dalam segala kondisi, sebagai respon ketaatan saya, saya akan rutin memberikan waktu saya dengan porsi yang besar untuk berdoa”.

Sharing:                                                            

Membentuk kelompok kecil yang terdiri dari 3-5 orang untuk sharing. Ceritakan apa yang Saudara dapatkan dari berdoa dengan Lectio Divina tersebut, ceritakanlah dengan tulus dan jujur serta rendah hati. Kemudian saling mendoakanlah.



[1] Guido Tisera, Spiritualitas Alkitabiah: Spiritualitas Kontemplatif dan Keterlibatan, Malang: DIOMA, 2004, p.14

[2] Guido Tisera, Spiritualitas Alkitabiah: Spiritualitas Kontemplatif dan Keterlibatan, Malang: DIOMA, 2004, p. 18

[3] Alex Dirdja, Doa Sensual, Yogyakarta: Kanisius, 2011, p. 38

[4] Pareira O. Carm, Lectio Divina: Membaca dan Berdoa dari Kitab Suci, Malang: DIOMA, 1992,p. 16

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TUHAN Menjamin Penyertaan-Nya: Sebuah Tafsir dari Yesaya 43: 1-7

Sejarah Natal yang Menyejarah

Iman dan Rasionalitas