Sup Kambing Kebenaran
“Sup Kambing Kebenaran” adalah salah satu judul
renungan yang berasal dari buku renungan Manna
Sorgawi edisi Juni 2019. Buku ini adalah salah satu bahan pendukung dalam
ibadah doa pagi yang diadakan di setiap hari Sabtu pukul 06. 00 pagi di GKI
Penginjil Sukabumi. “Sup Kambing Kebenaran” menceritkan mahligai rumah tangga
antara Swathi (istri) dan Sudakhar (suami) yang hancur dan bahkan berujung
kepada kematian sang suami karena perselingkuhan (perzinahan) si istri.
Konspirasi pembunuhan keji yang dilakukan Swathi dan selingkuhannya terhadap
sang suami pun berhasil—dilanjutkan dengan sandiwara selingkuhannya yang menyamar
menjadi suaminya dengan segala tipu daya medis yang mereka lakukan. Namun,
kebahagiaan palsu tersebut tidak bertahan lama, ketika sang selingkuhan tsb
disuguhkan makanan kesukaan Sudhakar yakni Sup Kambing—dengan refleks ia
menolak makanan tersebut dan mengatakan bahwa ia seorang vegetarian. Kecurigaan
pun muncul dan berujung pada interogasi kepada mereka dan akhirnya kebenaran
pun terungkap, dan mereka pun harus menanggung hasil dari perbuatan yang memalukan
tersebut dengan mendekam di penjara.
P. salah satu peserta dari doa pagi ini mengatakan,
“harusnya kita bisa mengampuni, seperti Hosea juga mengampuni perempuan sundal
istrinya yang telah berzinah” (Hosea 3: 1-5). Terlepas dari teologi profetis
yang disematkan pada Hosea, yang menjadi penekanan P adalah pengampunan. Ia
juga menyinggung mengenai kasus tahun lalu yang fenomenal, mengenai
perselingkuhan Veronika Tan. Ia menampik, terlepas ada perselingkuhan atau pun
tidak, harusnya orang sekaliber Ahok berlapang dada untuk mengampuni, toh dia sangat memegang nilai-nilai
hidup yang sesuai dengan prinsip Kristiani. Ia melanjutkan—baru-baru ini,
sekitar tiga minggu yang lalu, di sekitar tempat tinggalnya di Sukabumi,
terjadi peristiwa yang menghebohkan—ditemukan seorang laki-laki umur -/+30 an
tewas gantung diri di kediamannya. Usut punya usut, salah satu penyebabnya juga
karena perselingkuhan.
Berbeda dengan P—H berpendapat bahwa, susah sekali
untuk mengampuni jika seorang istri berselingkuh, bahkan ia tidak bisa
membayangkan bagaimana jika itu terjadi padanya. “Mungkin”, katanya. “Akan
berbeda jika seorang suami yang berselingkuh, dalam hal ini perempuan lebih
‘kuat’”, cetusnya. Lanjutnya, keadaan dunia belakangan ini mengalami degredasi
moral. Ia menceritakan suatu peristiwa yang menghebohkan jagad maya belakangan
ini—peristiwa yang terjadi masih di sekitar kita, di Guciliat Lumajang-Jawa Timur—seorang
suami menggadaikan Istrinya sebesar 250 Juta kepada temannya. Si suami kemudian
tidak bisa melunasi utangnya tersebut dan akhirnya ia berencana membunuh
temannya tersebut. Namun, naas—ketika melancarkan aksinya si suami malah
membunuh orang yang tidak kena-mengena dengan peristiwa tersebut, karena orang
tersebut mirip dengan sasaranya. Akhirnya sang suami pun mendekam dipenjara.
Menurut P, kebanyakan titik lemah laki-laki memang
wanita, oleh karena itu sebagai sebagai anak-anak Tuhan kita mesti menghidupi
Firman Tuhan setiap saat dalam hidup kita, bukan menuruti kata daging.
Menanggapi hal tersebut, Ibu E mengatakan bahwa, berdasarkan “pengalamannya”—terjadinya
kasus perselingkuhan diawali dengan “curhat”. Menurutnya, seorang wanita mesti
bisa menempatkan diri, mesti tahu bagaimana etika berkomunikasi—mesti memiliki
kesadaran, apakah ucapan dan tindakannya itu bisa memicu hubungan yang intens
dengan laki-laki lainnya, demikian juga seorang suami, “mestinya harus saling
menjaga—sang istri jika hendak curhat, curhatlah kepada Tuhan, kepada sesama
wanita, dalam kelompok kecil, atau kepada Hamba Tuhan”, katanya. “Oleh karena
itu, jika seseorang curhat/sharing dalam kelompok kecil maupun persekutuan
harus dijaga kerahasiaannya” kata M. “Apalagi ketika curhat tersebut kedua
keluarga pasangan sedang mengalami masa-masa sukar, akan lebih gampang klop, dan lama-kelamaan akan terjadi
hubungan yang intens yang berujung pada perselingkuhan, oleh karena itu yang
paling tepat adalah konseling dengan Tuhan”, cetus L.
Perselingkuhan tidak hanya memakan korban yang
menyelingkuhi, dalam arti memang dia akan menuai apa yang dia tabur. Namun, itu
juga berakibat fatal bagi pihak yang diselingkuhi (istrinya). Seperti yang
terjadi di Thailand 2018 yang lalu, di mana si istri memotong kemaluan suaminya
ketika ia mengetahui bahwa suaminya selingkuh. Akibat perbuatannya itu, si
isteri akhirnya berbuat kejahatan dan menanggung akibatnya. Bahkan lebih parah
lagi, orang yang tidak punya keterkaitan dengan kasus perselingkuhan pun bisa
menjadi korban, seperti kasus suami yang menjual istrinya tersebut, sebagaimana
yang telah dipaparkan di atas. Perselingkuhan tidak ada sama sekali baiknya.
Berkaca dari kisah Daud—akibat perselingkuhannya Uria harus kehilangan
nyawanya, dan Daud harus membayar akibat dosanya tersebut dengan
kesusahan-kesusahan yang menimpanya dan keturunanya; Anmon dan Abasalom
putranya tewas dibunuh (2 Sam 13: 28-30, 18:14-18).
Di penghujung renungan, semua peserta doa sepakat,
bahwa—memang, masing-masing orang punya kelemahan-kelemahan tertentu, oleh
karena itu kita mesti sadar dan
mengenali kelemahan-kelemahan itu serta mengatasinya—lebih baik mencegah dari
pada mengobati. Oleh sebab itu juga, Firman Tuhan selalu mengingatkan dan
senantiasa menuntun kita, seperti Firman Tuhan yang diambil dari Keluaran 20:14
ini yang mengingatkan kita agar jangan berzinah. Menjaga kekudusan dan penuh
hormat terhadap perkawinan, sebab orang sundal pezinah akan dihakimi Allah
(Ibrani 13: 4). Jangan sekali-sekali terpancing oleh jerat dosa melalui gelagat
perselingkuhan. Sebab itu jauh daripada kebaikan, oleh sebab itu Firman Tuhan
berkata “………jika engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan
pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engaku harus berkuasa atasnya” (Kej.
4: 7). Kita juga mesti sadar dan mau bertobat jika sudah terjebak dalam jerat
tersebut, seperti Daud juga segera sadar dan berbalik dari dosanya kepada Allah
setelah ditegur nabi Natan ( 2 Sam. 12: 13-14). Namun, bukan berarti kita bisa
mempermainkan anugrah Allah. Anugrah Allah memang cuma-cuma, namun bukan
anugrah yang murahan, tapi Costly Grace,
anugrah yang mahal, sehingga kita harus membayarnya dengan kehidupan kita,
dengan menghidupi firman-Nya dalam keseharian kita__sebagai respon rasa
syukur atas keselamatan yang telah kita terima. Kiranya Tuhan menolong dan
memampukan kita untuk hidup kudus dan merespon anugrah-Nya dengan menjadi
berkat di mana pun kita berada sesuai panggilan hidup kita masing-masing.
Sumber:
GKI Penginjil Sukabumi. 2019. Refleksi Renungan Doa Pagi Setiap Sabtu.
Manna Surgawai. 2019. Renungan Untuk Pribadi, Keluarga dan
Kelompok. YPI Jl. Raya Rawa Sengon no. 35, Jakarta Utara.
Carson,
D.A. 2015. NIV Zondervan Study Bible: Built on the Truth of Scripture and Centered
on the Gospel Message, Michigan, USA: Grands Rapids
Komentar
Posting Komentar