Christian Education and Spirituality: Komunitas Iman
Dibutuhkan suatu tempat ataupun wadah yang tepat
dalam tahapan perkembangan kehidupan manusia, dan salah satunya adalah
komunitas iman. Di mana, orang-orang dapat “berbagi”, serta merefleksikan
tradisi dan teks-teks Alkitab, tentunya dengan edukasi yang baik yang berpusat
pada “realitas sekarang”, sehingga terwujud rasa kebersamaan dalam komunitas
dan juga memperkuat perkembangan masyarakat serta menemukan kembali kehidupan
spiritual yang sehat.
Gereja
yang di dalamnya terdapat komunitas iman mesti melek dengan perkembangan zaman,
khususnya melek dengan realitas yang terjadi di seputar gereja dan komunitas
iman di mana mereka berada, serta mengajarkan nilai-nilai yang relevan dan
kontekstual yang terintegrasi dengan baik. Hal ini tentu tidak dapat terlepas
dari model pendekatan pendidikan seperti apa yang dikerjakan dalam gereja
ataupun dalam sebuah komunitas iman maupun kelompok-kelompok kecil.
Betapa
pentingnya mengembangkan komunitas iman maupun kelompok kecil yang sehat, yang
merupakan arena bertumbuhnya individu-individu tertentu dalam olah spiritual ketika
berintraksi dengan sesama dalam sebuah komunitas. Di mana mereka belajar cara
berelasi dan memahami orang lain dengan cara tertentu. Dengan bahasa O’ Gorman
bahwa, “Allah hadir dalam diri manusia”. Maksudnya, spritualitas tersebut
membuat seseorang lebih peka, berwelas-asih, efektif dalam karirnya, menjadi
seseorang penyayang, bertanggung jawab, menolong orang-orang untuk beradaptasi
dengan kebutuhannya setiap hari daripada mengurusi hal-hal yang transenden, dan
sebagainya.
Perkembangan komunitas adalah sebuah agenda yang
harus dihadapi oleh para pendidik maupun pemimpin agama. Oleh karena itu gereja
membutuhkan sumber teologi yang baik, yang pastinya juga “kekinian”. Misalnya
sumber teologi pembebasan yang
menawarkan teologi komunitas hidup baru dan
teologi penciptaan yang menawarkan suatu kosmologi baru dalam melihat
komunitas, teologi pemuridan, dsb.
Pengelolaan komunitas memang berbeda di tiap-tiap
tempat, tergantung masalah-masalah yang terjadi dan kebutuhan apa yang perlu
diakomodir. Bahkan terkadang penindasan dan kemisikinan bukanlan faktor yang
menyebabkan pudarnya sebuah komunitas, melainkan diakibatkan oleh bahaya dari
pembangunan yang berlebihan, perlakuan yang berlebihan (terhadap diri sendiri,
orang lain, dan lingkungan), konsumerisme, hedonisme, bahkan terkadang
dibungkus dengan “spiritualisme”, dsb. Oleh karena itu, hal pokok penting yang mesti
diperhatikan juga adalah melihat keseharian hidup setiap individu dengan sebuah
kesadaran baru dalam terang Injil. Sehingga
tercipta suatu komunitas yang utuh dan adil, dan setiap individu boleh
terus dilatih, belajar tentang iman dan kehidupan dalam berkomunitas.
Oleh sebab itu, menjadi lokomotif, motor: agen-agen
pastoral adalah hal yang tidak bisa ditawar lagi. Menjadi “penolong” dalam dan
melalui pertumbuhan sebuah komunitas, di mana setiap partisipan akan dituntun
mengalami sebuah pengalaman yang menguatkan, yang saling memiliki di antara
sesama umat Allah. Oleh karena jelas terlihat, bahwa komunitas sangatlah
berpengaruh terhadap pertumbuhan spiritual seseorang maupun komunal. Dalam
komunitas lah mereka berbagi banyak hal yang direfleksikan dalam terang Alkitab,
yang dialekstis, memberdayakan dalam realitas masa kini ke yang “belum”
(kemungkinan masa depan). Sehingga tergapai sebuah komunitas yang terus menerus
tercipta-sebuah kelahiran yang berkelanjutan.
Tugas pendidik adalah menolong orang untuk
mengembangkan dan mengambil bagian dalam masyarakat, tentu tidak terlepas dari
metode pendidikan tertentu, dan pendidik lah yang memberikan pemahaman akan hal
tersebut. Jemaat St. Robert misalnya, jemaat ini sebagai komunitas yang
tercipta, dengan metode pendidikan dalam komunitas mencakup pelayanan,
refleksi, dan persekutuan. Hal tersebut tidak terbatas pada pemahaman
intlektual, justru lebih menekankan pada ketajaman pengalaman masa kini, proses
aktif: baik sebagai titik berangkat maupun titik akhir, yang kreatif, dan transformatif.
Sehingga orang Kristen sebagai transformator dalam masyarakat, bahkan alam
semesta menghadirkan pemerintahan Allah.
Menjadi sebuah komunitas haruslah mengembangkan
sistem yang memajukan perkembangan autentik setiap anggotanya, serta peka
terhadap kebutuhan mereka, sehingga kepemimpinan merupakan kebutuhan yang
mendasar. Kepemimpinan dan komunitas merupakan aspek yang paling mendasar
berkenaan dengan pertumbuhan spritualitas seseorang. Di mana tindakan ini
memerlukan proses berkelanjutan dari pemimpin dan jemaat untuk menata situasi
yang kemudian mengubahkan kehidupannya dan dunia. Di sinilah tugas para
pendidik agama; menanggapai kebutuhan komunitas
dengan spritualitas, melihat pengalaman setiap orang sebagai suatu
kesinambungan, pengalaman masa lalu-visi masa depan, dan mengingatkan bahwa
kebenaran tidak hanya terdapat dalam pengalaman masa kini, tetapi juga sebuah pengalaman
kosmis yang melampaui batasan ruang dan waktu.
Komentar
Posting Komentar