Dipanggil dan Diutus Dalam Menjalani Hari-hari yang Baru


Secara garis besar Kitab Keluaran menceritakan tentang campur tangan Tuhan ketika memimpin bangsa Israel keluar dari tanah perbudakan menuju tanah perjanjian. Di mana, Tuhan memanggil dan mengutus Musa sebagai pemimpin bangsa tersebut. Kitab ini merupakan salah satu dari kelima kitab Pentateukh dalam Perjanjian Lama (PL) yang diperkirakan ditulis antara tahun 1450-1410 B.C.E.[1] D. A. Carson membagi kitab ini, setidaknya menjadi tiga bagian besar, yakni; yang pertama, ketika bangsa Israel berada di Mesir, ketika bangsa itu menuju gunung Sinai, dan ketika mereka berada di gunung Sinai.[2] Penulisan artikel ini tidak terlepas dari metode tafsir historis-kritis, di mana teks tersebut ditempatkan di dalam ruang dan waktu tertentu yang tidak hanya melihat sejarah di dalam teks namun juga melihat sejarah teks itu sendiri yang tidak pernah terlepas dari tokoh-tokoh tertentu, peristiwa-peristiwa, gagasan-gagasan, kondisi keagamaan, budaya, sosial dan politik.[3]  Dengan demikian akan jelas, makna apa yang sebenarnya yang hendak diungkapkan oleh teks Keluaran 4:18-26 tersebut, dan apa relevansinya dalam kehidupan zaman sekarang ini, bagaimana kita memandang Tuhan, dan relasi seperti apa yang harusnya kita miliki dengan-Nya. Apakah dalam konteks kehidupan sebagai orang-orang percaya yang hidup di tengah keberagaman, pekerjaan, maupun sebagai aktivis di gereja, kita sudah peka, setia, patuh dan taat, serta bersikap “totalitas” terhadap-Nya? Sebagaimana Ia juga telah totalitas, bahkan memberikan nyawa-Nya demi keselamatan setiap kita.
Keluaran 4: 18-26 tidak bisa dipisahkan dari pasal-pasal sebelumnya maupun sesudahnya. Pasal 1 menceritakan kisah Musa, sebagai seseorang yang dipilih YHWH (TUHAN). Para penulis sumber Priest mengatakan bahwa kala itu pertama lah nama Allah sebagai YHWH dinyatakan.[4] Bukti pemeliharaan TUHAN, nampak ketika Musa lahir, ia diselamatkan, padahal ketika itu Firaun memerintahkan untuk membunuh semua bayi laki-laki orang Ibrani yang baru lahir (Kel. 1-2). Pasalnya yang ke-4 merupakan keberlanjutan dari pasalnya yang ke-3. Di mana pada pasal 3 tersebut diceritakan bagaimana proses TUHAN memanggil Musa secara khusus, dan Ia juga memperkenalkan diri-Nya kepada Musa. Musa digambarkan sebagai seseorang yang tidaklah sempurna, ia tidak pandai bicara, sehingga TUHAN menunjuk Harun kakaknya sebagai juru bicaranya. Tidak hanya itu, TUHAN juga memberikan Musa  signs (tanda-tanda), berupa mukjizat yang menyertainya ketika ia berhadapan dengan Firaun (Kel. 4: 1-17).
Ketika memerhatikan Keluaran 4:18-26 tersebut mungkin timbul pertanyaan, mengapa pada ayat yang ke-24 TUHAN berikhtiar membunuh Musa, padahal Ia juga yang mengutus Musa untuk kembali ke Mesir! Apakah Musa salah ketika hendak pergi untuk melakukan baktinya kepada TUHAN dengan pergi berpamitan kepada saudaranya, serta membawa serta keluarganya, atau apa sebenarnya yang terjadi? Satu hal yang mesti diperhatikan adalah, selain Musa memiliki banyak kelemahan-kelemahan, namun ia adalah seorang pemimpin yang dipilih TUHAN. Ia adalah seorang terpelajar, yang dididik di istana puteri Mesir, oleh karena itu, harusnya bukan hal yang sulit baginya untuk menangkap pesan apa yang hendak disampaikan Allah melalui perjumpaanya tersebut. Tentulah Musa tidak asing dengan sejarah leluhurnya dengan Allah, dan mestilah ia tahu Allah seperti yang sedang ia layani. Ia  dipilih, dipanggil dan dipersiapkan, namun ia juga mesti sadar dan merespon panggilan TUHAN dengan ketaatan dan totalitas. Jika melihat ekskursus Musa, yang berdasarkan sumber-sumber dan historisnya, serta menurut kesaksian Alkitab. Musa digambarkan sebagai seseorang pemimpin kharismatik, ia merupakan figur sentral dari kebanyakan sejarah dan periode klasik Israel mengenai keselamatan. Ia tidak hanya dilengkapi dengan suatu otoritas yang tinggi dalam PL, namun ia juga memiliki keistimewaan  yang berupa kedekatannya dengan Allah yang tak terbandingkan.[5]
Allah telah merencanakan hal-hal besar terhadap Musa, Ia menganugrahkan Musa dengan kapasitas-kapasitas seorang pemimpin, meskipun Musa juga mempunyai kelemahan-kelemahan tertentu. Oleh karena itu, Allah terus menguatkan Musa dengan berbagai cara, mulai dengan memperkenalkan diri kepada Musa, bahwa Ia adalah Allah Ayahnya, Allah Abraham, Allah Ishak, dan Allah Yakub (Kel 3:6), yang berarti Allah adalah Allah yang menepati janji-Nya. Allah juga menguatkan Musa dengan memberitahukan kepadanya bahwa dalam empat puluh tahun itu, telah meninggal semua orang yang hendak membunuhnya, sehingga Musa bisa langgeng dan tidak perlu terlalu khawatir untuk kembali ke Mesir (Kel. 4:19). Allah juga memberikan tanda kepadanya sebagai bukti bahwa Allah menyertainya sehingga ia kemudian sangat yakin bahwa ia diutus oleh Allah, namun, walaupun demikian Musa tidak kunjung pergi juga.
Walaupun Musa adalah orang istimewa di hadapan Allah, yang dipanggil-Nya untuk melepaskan umat-Nya, namun, tidak serta merta hal tersebut membuatnya bebas dari undang-undang Allah. Kenyataan bahwa anaknya belum disunat adalah pil pahit yang harus ia terima (Kel. 4:25), padahal dalam PL sunat adalah hal yang sangat penting. Ketika Allah memberitahukan kepada Musa bahwa Ia adalah Allah Abraham, Allah Yakub, artinya Allah yang menghampiri Musa ini adalah Allah yang Mahakuasa, yang telah memperbaharui perjanjian-Nya yang kekal kepada Abraham dengan memberikan sunat. Namun, perjanjian kekal tersebut tidak hanya berlaku kepada Abraham, tetapi juga kepada seluruh keturunannya, termasuk Musa. Sehingga seluruh keturunannya juga boleh mengecap berkat perjanjian itu, namun sebaliknya harus juga memenuhi kewajiban terhadap perjanjian itu, yakni menaatinya dan melakukannya.[6] Walaupun demikian, Musa agaknya lalai, sehingga ia terlewat memerhatikan perihal sunat tersebut, ataupun bisa jadi ia telah memerhatikannya tapi memang memilih untuk tidak taat dan tidak melakukannya!, atau kemungkinan yang lain, bisa saja karena pengaruh si istri, Zipora yang melarang Musa untuk menyunatkan anaknya tersebut. Kecurigaan bahwa hal tersebut karena pengaruh Zipora bukanlah tidak beralasan, hal itu nampak dari tindakan yang  ia lakukan dalam merespon, kejadian yang menimpa suaminya itu, secara sigap Zipora langsung mengambil tindakan, tindakan yang cepat namun tepat.[7] Ia dengan cepat menyunatkan anak itu menggunakan pisau batu, untuk memotong kulit khatan anak itu, dan kemudian disentuhnya dengan kulit itu kaki Musa, sehingga TUHAN membiarkan Musa karena sunat itu,  yang kemudian hal tersebut dikenal dengan pengantin darah (Kel. 4: 25-26).
“Pengantin Darah” דָּמִים חֲתַן (khatan damim) mungkin adalah sesuatu yang asing bagi sidang pembaca, dikarenakan istilah tersebut hanya terdapat dalam Keluaran 4:25-26. Istilah tersebut sebenarnya terdiri dari dua kata yakni khatan yang jika diterjemahkan secara literal menjadi Bridegroom yang berarti mempelai, pengantin, bisa juga pengantin laki-laki. Sementara kata damim, merupakan kata yang bermakna jamak yang berarti darah, kebersalahan, bisa juga ketidakbersalahan, tergantung konteksnya. Jadi, istilah “Pengantin Darah” yang dikenakan kepada Musa, menandakan makna pembaharuan, di mana Musa telah diperbaharui oleh darah tersebut. Musa yang harusnya binasa karena kelalaiannya, dan Zipora menjadi janda. Namun tidak terjadi demikian, Zipora dan Musa sekali lagi menjadi pengantin dalam TUHAN yang telah diperbaharui oleh darah sunat tersebut (Kel. 4:26).[8]
Cara TUHAN ketika Ia memilih, memanggil dan mengutus sesorang tentulah berbeda-beda, demikian juga respon orang tersebut. TUHAN Menempah Musa yang banyak kelemahan itu dengan berbagai cara, Ia terus menguatkan dan memberikan tanda-tanda. Tidak hanya itu, kelemahan-kelemahan Musa tersebut juga Ia perbaharui. TUHAN juga berkenan memakai orang-orang di sekelilingnya untuk berkontribusi dalam pemerosesan tersebut. Belajar dari kisah Musa tersebut, tidaklah mengherankan jika seseorang mengalami pergumulan yang berat di dalam perjalanan panggilannya ketika ia mengikut TUHAN. Konsep, motivasi, dan kerendahan hati akan menentukan bagaimana ia berespon terhadap panggilan TUHAN tersebut. Seseorang yang mendedikasikan dirinya kepada TUHAN mestilah belajar untuk peka, dan taat dan setia terlebih dahulu kepada-Nya. Karena, oleh sebab anugrah-Nya semata-mata sajalah orang yang tidak layak pun Ia layakkan, yang Ia mampukan untuk berkarya bagi-Nya.
Berkaca dari Firman Tuhan Keluaran 4:18-26  tersebut, setidaknya ada tiga hal besar yang patut kita sadari, renungkan, gumulkan, doakan dan kerjakan untuk mengawali tahun 2019 ini. Yang pertama, setiap dari kita mestilah dipilih Tuhan untuk berkarya bagi-Nya, artinya Tuhan mengenal dan melayakkan kita, sebagaimana Ia mengenal (memanggilnya dengan namanya ‘Kel. 3:4’) dan melayakkan Musa. Ia berkenan memberkati, juga memberikan signs kepada setiap kita, coba kita renungkan apa saja tanda dari Tuhan kepada setiap kita. Bukankah ketika kita bisa melewati tahun-tahun yang lalu, itu juga merupakan tanda dari-Nya? Bukankah Anda bisa hadir di sini saat ini, ketika di tempat lain orang tidak memiliki kesempatan yang sama, merupakan mukjizat, tanda dari-Nya? Dan banyak lagi tanda yang lainnya.
Kedua, kita mesti belajar taat. Taat berarti tunduk, mendengar, mematuhi dari apa yang dituntut, menjauhkan diri dari apa yang dilarang dan melaksanakan apa yang Allah perintahkan. Musa telah menorehkan pelajaran yang berharga kepada setiap kita tentang ketaatan. Di mana Allah sempat murka kepadanya, bahkan berikhtiar membunuhnya ketika ia lalai, dan agaknya mengabaikan ketaatan tersebut, dengan menolak perintah Allah, bahkan ia tidak menyunatkan anaknya (Kel. 4: 10-13, 4:24). Bagaimana dengan kita, apakah kita sudah belajar taat? Ketaatan adalah sebuah proses yang mesti dilakukan terus menerus dengan kerendahan hati. Dalam ketaatan kita disadarkan, bahwa Allah itu sabar, Ia terlebih dahulu taat terhadap perjanjiannya yang kekal, sehingga kita sebagai anak-anak-Nya mesti belajar berbuat demikian. Yang ketiga adalah kepekaan dan pembaharuan. Ketika Allah memanggil Musa, sudah seharusnya ia peka dan mengerti, bahwa Allah Abraham, Allah Yakub, erat dengan tanda dan perjanjian, oleh karena ia juga merupakan keturunannya. Mestinya ia tidak ragu-ragu lagi dan segera melakukan perintah Allah untuk kembali ke Mesir, sehingga ia tidak ragu-ragu lagi juga segera menyunatkan anaknya. Namun, apa yang terjadi malah sebaliknya, yang menyebabkan nyawanya hampir melayang. Namun, Anugrah Allah memang tidak terbatas, sehingga Ia memakai Zipora untuk menolong Musa, bahkan Allah juga membaharuinya. Bagaimana dengan kita, ketika kita hidup dalam sebuah komunitas tertentu! seperti apa respon kita terhadap anugrah Allah tersebut, apakah kita sudah menjadi peka terhadap hubungan kita dengan Allah dan sesama, sehingga transformasi Allah nyata atas kita, atau kita malah acuh tak acuh dengan anugrah Allah tersebut? Allah adalah Allah yang setia, dan senantiasa menolong kita, sebagaimana Allah menempatkan Zipora di sisi Musa, untuk mengajarnya. Demikian juga Allah menempatkan orang-orang tertentu di sekitar kita, untuk menolong kita, sebagai rekan seperjalanan dalam hidup ini, sebagai sahabat juga teman belajar.
Anugrah Allah yang tidak terbatas itu, diperuntukkan bagi kita yang terbatas, yang sedang bergumul dalam berbagai kepelbagaian hidup. Kita telah melihat bagaimana pemeliharaan-Nya atas Musa, Ia melayakkan Musa untuk dipakai-Nya. Meskipun Musa memiliki banyak kelemahan, keragu-raguan, namun Ia tetap memilihnya, memberikannya kemampuan untuk taat, peka dan menerima pembaharuan dari-Nya, sehingga Ia mengutusnya. Demikian juga kita saat ini, sebagaimana TUHAN telah menolong Musa pada saat itu, ketika Musa berhadapan dengan hal-hal baru dalam kehidupannya; perubahan-perubahan dari seseorang yang nyaman hidup di Mesir, dikejar-kejar karena membela bangsanya, ketika ia diperhadapkan dengan TUHAN yang mungkin saja selama ini hanya sebuah pandangan teologis baginya, sehingga ia mengalami banyak kegegeran. Namun, TUHAN menolongnya melalui semua itu, sehingga terus dapat menjadi berkat bagi orang-orang di sekelilingnya.
Allah yang memanggil dan mengutus kita untuk berkarya, oleh karena itu kita mesti bersikap seperti seseorang yang Allah panggil dan utus, kita mesti bersedia ditempah dan diproses, serta dipimpin oleh Allah dalam Tahun-tahun kehidupan kita, khusunya tahun 2019 ini. Mari kita terus memelihara iman, seraya terus berjuang menjadi berkat di mana pun kita berada, lakukan bagian terbaik dan biarlah Allah yang melakukan bagian-Nya atas hidup kita. Mari kita terus menjadi agen-agen pembaharuan di mana pun kita berada, mengenakan karakter Kristus dalam hidup kita. Biarlah kekhawatiran, keragu-raguan, kurang percaya diri, atau bahkan perasaan geger teologis maupun prespektif kita, tidak menghalangi kita untuk terus bertumbuh dalam panggilan dan pengutusan-Nya. Bahkan semua hal tersebut ada, adalah untuk melatih integritas kita, yang menjadi bagian dari kesejatian iman kita. kiranya TUHAN terus menolong kita untuk mengarahkan hati kita kepada-Nya, sebagai wujud komitmen, untuk tetap taat dan setia, peka, mau ditempah, diproses dan dipimpin. Biarlah kita dimampukan untuk menjaga relasi dengan-Nya dan tetap semangat dalam panggilan dan pengutusan-Nya dalam menjalani hari-hari kita ke depannya, setiap saat di tahun 2019 yang penuh berkat ini. Amin



RUJUKAN
[1] Tyndale House Foundation, Holy Bible: New Living Translation (lllinois: Tyndale House Publisers, 2015), p. 35
[2] D. A. Carson, NIV Zondervan Study Bible: Built on the Truth of Scripture and Centered on the Gospel Message, (Michigan, USA: Grands Rapids, 2015), p. 116-117
[3] Hayes, John H & Carl R. Hollday. Pedoman Penafsiran Alkitab (BPK Gunung Mulia 2015) h.52
[4] Wismoady Wahono., Di sini Kutemukan: Petunjuk Mempelajari dan mengajarakan Alkitab., Cet- 18 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015), h. 105
[5] Jan Christian Gertz, Angelika Berlejung, Conrad Schmid, dan Markus Witte, Purwa Pustaka: Eksplorasi ke dalam Kitab-Kitab Perjanjian Lama dan Deuterokanonika, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2017), hal. 426-427
[6] F. L. Bakker, Sejarah Kerajaan Allah 1: Perjanjian Lama, Cet. 20 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015), hal. 127
[7] F. L. Bakker, Sejarah Kerajaan Allah 1: Perjanjian Lama, Cet. 20 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015), hal. 267
[8] Brevard S. Childs, The Book of Exodus: A Critical, Theological Commentary,  Louisville: Westiminster Jhon Knox Press, 2004, p. 2374
diakses, 02 Januari 2019. https://www.google.com/search?q=happy+new+year+2019+wishes&safe=strict&client=firefox-b-ab&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwj2vrqCws7fAhXJrY8KHbyZDGsQ_AUIDigB&biw=1138&bih=635#imgrc=afQT7w5bvkbLBM:

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TUHAN Menjamin Penyertaan-Nya: Sebuah Tafsir dari Yesaya 43: 1-7

Sejarah Natal yang Menyejarah

Teologi Bencana