Timotius si Tupos Muda?

Timotius Muda: Keteladanan?
 2 Timotius. 4: 1-8
Firman Tuhan dalam 1 Tim. 4:12 dan 2 Tim 4:1-8 yang baru saja kita baca, dimaksudkan untuk menasehati, menguatkan, memperteguh, menyegarkan, menyemangati Timotius muda pada waktu itu, juga kepada seluruh jemaat Efesus, kepada semua orang percaya, dan bahkan kepada setiap kita pada saat ini (2 Tim 4: 8). Agar tetap setia, dan jangan kuatir terhadap penyesahan yang ada, karena Tuhan yang mendirikan gereja di atas dasar yang teguh (2:19). Timotius mengemban tugas dan tanggung jawab yang besar, karena Ia harus meneruskan pelayanan Paulus yang adalah Bapak Rohaninya (1 Tim 1:2), ia harus menggembalakan, mengatur, mengajar/membimbing jemaat dalam kebenaran, memberitakan Firman Tuhan di setiap waktu, dalam konteks pelayanan yang tidak mudah. Pembahasan Firman Tuhan akan kita fokuskan kepada pasalanya yang kedua saja, dan sedikit menyinggung topiknya secara keseluruhan. Secara garis besar, ayatnya yang 1-2 menegaskan demi siapa mereka melayani, yakni demi Allah, Kristus Yesus Sang pemilik kehidupan juga kematian, yaitu hakim yang adil. Demi kerajaan-Nya. Dilanjutkan dengan ayatnya yang ke-3-5 yang bermaksud menasehati, menguatkan, sekaligus memaparkan suatu realita pelayanan. Dimana manusia memilki kecendrungan untuk menjauhi kebenaran, dan lebih menyukai hal-hal yang sensasional, sehingga Timotius harus menguasai diri dalam segala hal, waspada, tenang, bersabar walaupun dalam “penderitaan”, dan menunaikan tugas panggilannya. Sementara pasalnya yang ke-6-8 berisi kesaksian Paulus tentang pelayanannya di masa yang lalu, masa sekarang (di dalam penjara), dan masa depan yang sudah menantinya yaitu mahkota kebenaran, Kristus sendiri.
Timotius bergumul dengan sangat hebat, di masa mudanya ia telah menerima tanggung jawab yang begitu besar. Ia harus menggembalakan umat Allah di Efesus yang merupakan peninggalan dari Paulus. Efesus kota yang terkenal dengan “kebobrokannya” dan penuh dengan penyembahan dewa-dewa dan juga ajaran-ajaran sesat. Penyesahan-penyesahan oleh pemerintahan Romawi terjadi di berbagai tempat, bahkan banyak orang berpaling dari kebenaran, karena tingginya penyiksaaan terhadap orang-orang Kristen, yang pada waktu itu masih dianggap sebagai sekte oleh sebagian besar masyarakat.
Sungguh tidak mudah menjadi seorang Timotius. Selain problem-problem dari luar gereja yang harus dibereskan, Timotius juga harus menyelesaikan problem-problem dalam jemaat, dan bahkan dari dalam jemaat sendiri pun ada yang memandang ia lebih rendah, hanya karena ia masih muda. Saya rasa, paradigma yang memandang bahwa kedewasaan sesorang ditentukan oleh usia, jabatan, dan pengalaman masih eksis sampai sekarang ini! Padahal sebenarnya tidak bukan! Seseorang yang sudah “berusia”, tidak serta merta menjadikannya dewasa, namun sebaliknya juga, sesorang yang masih muda, belum tentu ia tidak bisa menjadi dewasa. Saya jadi ingat satu pepatah yang berkata demikian, “Tua itu pasti, dewasa itu pilihan” namun, biarpun demikian, tetap saja susah sekali sepertinya mengubah paradigma yang ada dalam masyarakat tentang hal tersebut.
Saya memiliki seorang teman yang masih sangat muda, namun telah menyerahkan dirinya kepada Tuhan, melalui jalan panggilanya. Dan sekarang ia hampir selesai dalam studi teologianya. Tentu hal tersebut bukanlah hal yang mudah baginya. Setelah ia memutuskan menuju ke seminari dalam kemudaaannya ia ditantang habis oleh keluarganya, bahkan butuh waktu yang sangat lama untuk memulihkan hubungannya dengan keluarganya yang telah retak, karena keputusan yang telah ia ambil sebelumnya, demi menunaikan panggilan pelayanannya. Ia diusir dari rumahnya, baju-bajunya dibakar, namun ia tetap yakin, dan teguh berdiri dalam jalan panggilannya.
Bisa jadi di dalam kehidupan sehari-hari yang kita lalui, kita juga mengalami kejadian yang mirip seperti yang di alami teman saya tadi, namun dalam bingkai ataupun peristiwa yang berbeda. Dimana ketika kita melayani; entah itu pelayanan dalam pekerjaan kita, ataupun pelayanan di gereja ataupun di mana pun juga kita ditempatkan, sering kali pelayanan kita tidak berjalan mulus, bahkan ektremnya sampai ada yang berujung kepahitan. Banyak problem yang kita hadapai dalam pelayanan tersebut, entah itu dari dalam maupun dari luar diri kita sendiri. Banyak orang tergoda bahkan jatuh ke dalam “hal tertentu”, sehingga mereka surut dari panggilan pelayanan mereka.
Saya masih ingat, pada tahun 2010 yang lalu, ketika saya bekerja di sebuah perusahan Distributor di Citra Buana II Seraya. Pada waktu itu posisi saya langsung di bawah Direktur, dan saya merasa sangat tidak nyaman dan kurang dapat meng-handle perusahaan tersebut hanya karena saya masih muda dan lebih muda dari orang-orang yang saya pimpin, bahkan hal itu juga berpengaruh ketika saya harus mengambil keputusan yang krusial sebagai seorang pemimpin. Rupanya stigma masyarakat tentang pemimpin, tanpa saya sadari juga berpengaruh kuat terhadap saya. Di samping itu juga, tidak hanya karena masalah usia tersebut, karena saya lumayan aktif melayani pada waktu itu, sampai-sampai pemimpin perusahaan menegur saya, yang masih saya ingat sampai sekarang, “Kok kamu sibuk terus pelayanan, mau cepat2 masuk surga ya!, jangan terus2 pelayanan lah, sesekali ya tidak apa2, memang ada kegiatan terus ya di gereja! “bereskan dulu lah pekerjaan, setelah benar2 beres, ya terserah kamu”. Kata-kata itu memang kedengaran sederhana, namun sangat menohok ke kedalaman hati saya, jika melihat konteks pekerjaan saya pada waktu. Oleh karena cinta saya kepada Tuhan, juga karena hakikat dan komitmen saya, ketika saya putuskan untuk mengikut Yesus, maka saya tidak bisa menolak pelayanan2 yang diminta oleh gereja, meskipun kadang sangat mepet sekali.
Saudara tentu tahu Yohanes Calvin bukan, salah seorang Reformator gereja yang sangat terkenal dan berpengaruh itu. Seorang muda yang sangat pintar, dengan keilmuan yang mumpuni. Namun jika kita tahu ceritanya, ia sempat bergumul sangat berat ketika ia, pada waktu di Jenewa ditawari untuk terlibat membimbing gereja yang “bobrok” pada waktu itu, ia langsung menolaknya (Farel). Namun Farel pintar menaklukkan Calvin, sehingga dengan bergumul akhirnya Calvin menerima usulan Farel tsb, sehingga terjadi reformasi gereja yang melahirkan gereja-gereja Calvinisme seperti sekarang ini. Intinya adalah, tidak mudah menjadi seorang pemimpin ketika seseorang itu masih muda, itulah yang dirasakan Calvin, itulah yang dirasakan Timotius.
Sebagai seorang yang masih muda, tentu Timotius juga mengalami hal yang sama dalam pelayanannya. Timotius dikader oleh Paulus dan sudah melayani bersama-sama selama bertahun-tahun, dan Paulus sangat dekat dengan Timotius. Ia tahu kegalauan Timotius setelah kepergiannya. Timotius seorang yang pemalu, kurang berani, kadang merasa takut dan cemas (2 Tim 1:7), dan ia bukanlah sesorang yang memiliki fisik yang kuat, namun lemah bahkan memilki penyakit (1 Tim 5:23), apalagi ia adalah seorang yang masih muda, sehingga orang memandang ia rendah dan ia merasa bahwa ia tidak layak dan cakap dalam memimpin jemaat (1 Tim 4:12). Zaman sekarang saja, ada paradigma yang berlaku dalam masyarakat yang memandang underestimate terhadap orang muda, terkhusunya pemimpin yang muda, apalagi pada zaman dulu bukan! Kita bisa bayangkan, bagaimana Timotius bergumul dengan berat akan hal itu semua.
Tunaikan tugas panggilanmu seperti apa yang dimaksudkan oleh Paulus! Tunaikan tugas panggilanmu dalam bahasa aslinya adalah Plerophoreson yang jika diterjemahkan menjadi fully carry out, entirely accomplish, most surely believe. Ini berarti, tidak hanya sekedar melaksanakan tugas tersebut, namun harus benar-benar yakin dan dibuktikan (2 Tim 4:5). Plerophoreson secara tata bahasa Yunani dikenal dengan istilah Verb Aorist Imperative Active (V-AMA) yang merupakan kata kerja perintah. Kata kerja yang bermaksud memberi instruksi, perintah, dan bahkan larangan. Firman Tuhan adalah otoritas tertinggi dalam hidup kita, sehingga apa yang Firman Tuhan harusnya, tidak ada pilihan untuk kita untuk tidak melakukannya, seperti halnya Timotius. Kata kerja Imperative tersebut juga merupakan kata Aorist, salah satu tata bahasa Yunani yang menunjukkan suatu kegiatan di masa lalu. Itu berarti tugas dan panggilan itu bukan sesuatu yang baru, komitmen itu bukan hal yang baru, dan harus ditunaikan, apakah itu, mari kita lihat di pasalnya yang kedua.
Pertama, “beritakanlah Firman”, beritakanlah Injil (V-AMA). Be a Man of the Word-make your blood “Bibline” (Spurgeon’s term)-Let the Word do the Work.[1] Kalimat ini menunjukkan hal yang genting, seakan-akan berkata “tidak ada waktu lagi, harus segera dilakukan”. Kenapa Timotius dikenal sebagai teladan. Karena ia adalah seorang pemberita Injil, ia memegang ajaran yang sehat dan benar, ia seorang penasehat, dan pengajar yang baik (1 Tes 1:2). Timotius rela menderita demi pemberitaan Injil, Timotius tidak hanya meberitakan Firman dengan pengajaran, namun juga dengan perbuatan, Timotius dikenal baik dan ia juga adalah teman sepelayanan yang baik (Kis. 16:2-3). Timotius juga seorang yang bekerja dengan sungguh-sungguh dan tulus (Fil 2:20), Ia juga dikenal memiliki hati nurani yang murni (1 Tim 2: 18-19), Timotius adalah seseorang yang mandiri dan bisa diandalakan (Kis. 16:6-12, 17:14), dan Timotius adalah orang selalu mencari kepentingan Kristus, bukan kepentingannya sendiri (Fil 2: 21), sehingga Paulus mengenakan istilah Tupos(pola) dan Ginou (jadi) kepadanya yang berarti keteladanan, Role Model bagi setiap orang yang percaya. Keterpadanan antara kata dan perbuatan.
Kedua, “siap sedialah baik atau tidak baik waktunya”, siap sedia untuk apa! Ya, pasti untuk memberitakan Injil (V-AMA). Firman Tuhan tersebut menginstruksikan, bahwa “harus siap dalam keadaan apapun”, Jangan hanya memberitakan Firman Tuhan, jangan hanya menjadi saksi Tuhan ketika keadaan Psiskis, ketika perasaan kita baik, ketika hidup kita dalam keadaan normal-normal saja. Namun harus siap dalam segala kondisi, baik atau tidak baik waktunya, suka atau tidak suka, mau atau tidak mau, sukar atau gampang, siap sedialah setiap saat untuk memberitakan Firman Tuhan dengan hidupmu. Bukankah orang-orang di luar sana juga melakukan “sesuatu hal” kepada apa yang mereka cintai dalam keadaaan normal! Terus apa bedanya dengan kita, jikalau kita hanya bisa melakukan sesuatu bagi Tuhan kita, jika kita dalam keadaan normal, sementara Tuhan kita adalah pemilik alam semesta, pemilik kehidupan, apakah upah kita!
Ketiga, “nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran” (V-AMA). Sama dengan kalimat sebelumnya, kalimat ini juga merupakan kalimat imperative, kalimat instruksi. Nyatakanlah berarti suatu keberanian, sikap ketegasan, tidak boleh suam-suam kuku terhadap apa yang salah, harus mememberitahukan, menjelaskan, memperlihatkan kesalahan tersebut, kemudian mengarahkan ke kebenaran itu. Dalam bahasa aslinya Elenxon yang berarti mengoreksi.Tegorlah, maksudnya sikap yang kritis dengan maksud mendisiplinkan, pasti dalam peneguran tersebut akan terjadi ketidaknyaman, namun kita harus bisa mengatasinya karena kita tidak mencari popularitas diri kita maupun orang lain, sehingga walaupun ada yang salah kita diam saja. “Nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran” maksudnya kita ada, dan memiliki keinginan dan ready untuk melayani, mendampingi, menasehati. Ada untuk orang yang membutuhkan dengan penuh kerelaan dan doa. Bukan hanya menasehati, namun menasehati dengan kesabaran, kesabaran dengan sikap dan tindakan serta pengajaran. Pengajaran dalam hal ini, mengarahkan mereka kepada pemahaman atau ajarana serta doktrin yang benar kepada Kristus.
Ketika saya mempersiapkan bahan tentang Timotius ini, Firman Tuhan ini seakan-akan menampar saya, menegur, membaharui dan menyegarkan kehidupan saya, menembus ke dalam relung hati saya yang paling dalam. Sebagai orang percaya, sama hal nya juga seperti Timotius. Kita dianugrahkan Injil Kristus, tanggung jawab yang besar, namun juga berkat yang besar. Bagaimana respon kita terhadap berkat dan tanggungjawab itu! oleh karena itu marilah kita renungkan pertanyaan2 berikut ini:
a)   Sudah seberapa Timotius kah kita ini! Seberapa memuliakan Tuhan kita ini, jangan-jangan selama ini kita disandra dan ditawan oleh kepentingan dan kemuliaan sendiri, bukan kepentingan dan demi kemuliaan Tuhan?
b)      Apakah selama ini kita sudah menjadi Tupos yang baik, menjadi Refresentative Kristus dalam kehidupan kita, dimana pun kita berada, dan apapun jenis pekerjaan kita?
c)   Apakah kita sudah menunaikan tugas pelayanan kita seperti yang telah Timotius lakukan! Timotius telah selesai dalam pertandingan kehidupannya, bahkan ia sampai martir demi menunaikan tugas pelayanannya! Bagaimana dengan kita?
d       Timotius dalam banyak keterbatasannya, telah memberikan yang terbaik dalam pelayanan-Nya, bagaimana dengan kita? Hal apa yang menghalangi bahkan membelenggu kita untuk menunaikan pelayanan tersebut?
Dengan bersandar pada-Nya, dan dalam segala keterbatasan yang dimilki Timotius, Tuhan memampukannya untuk menunaikan tugas dan panggilannya. Tuhan juga yang akan memampukan saudara-saudari semua sebagai Timotius2 zaman sekarang untuk berkarya bagi-Nya. Mari kita bersandar pada-Nya. Kiranya Roh Kudus yang menyertai dan menolong kita untuk melakukannya. Tuhan Memberkati.
Batam, 03 Juli 2018, Disampaikan di OSTM GKI Duta Mas Batam 
Blessings, Malemmita



[1] Lih. Hughes, R. Kent; Bryan Chapell. 1-2 Timothy and Titus (Preaching the Word) (Kindle Location 4483). Good News Publishers. Kindle Edition.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TUHAN Menjamin Penyertaan-Nya: Sebuah Tafsir dari Yesaya 43: 1-7

Teologi Bencana

Menang Bersama Mengatasi Penderitaan (Roma 8: 18-25)