Menyemai Damai Merawat Komunitas
Tidak bisa dipungkiri, bahwa begitu banyak orang yang masih
memiliki konsep yang salah tentang pengampunan, bahkan sekelas
pemimpin-pemimpin rohani sekalipun. Pengampunan masih dianggap sebagai sebuah
kemampuan untuk mengampuni, seolah-olah hal tersebut sebagai sebuah transaksi,
Anda mengampuni, maka Allah akan mengampuni Anda, jadi seakan-akan pengampunan
tersebut tergantung “rasa keadilan” yang dimiliki. Namun, harusnya tidak
begitu bukan! Tuhan Yesus dengan jelas mengajarkan
kepada kita apa itu pengampunan, “Dan ampunilah kami akan kesalahan kami,
seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah pada kami….” (Mat. 6:12). Kita
mesti sanggup berdiri dalam kisah pengampunan kita sendiri, memang akan
membutuhkan waktu sesuai karakter kepribadian masing-masing orang, namun
bersabarlah dalam proses, karena Tuhan pasti akan memampukan.
Orang yang punya kekuatan paling besar untuk menyakitimu
adalah orang terdekatmu, istilah ini sering disebut orang dengan Daudes. Jika direnungkan banyak benarnya
juga. Saya jadi teringat dengan perkataan salah seorang sahabat saya, “Aku
mengasihimu, jika engkau tidak mengerti diriku, aku akan sangat sakit sekali”.
Saudara juga pasti setuju, bahwa lebih sakit rasanya ketika orang yang kita kasihi
menyakiti perasaan kita bukan! daripada orang yang lain yang menyakiti kita
dengan perlakuan yang sama. Rasanya itu akan sangat lama bertahan, bahkan
bertahun-tahun, bahkan ada yang puluhan tahun “rasa itu” menjadi teman
seperjalanan waktu dalam kita mengarungi mahligai kehidupan, dengan pemberian
makna yang baru kepadanya.
Kita semua membutuhkan pengampunan! Karena setiap dari kita tidaklah luput dari yang namanya kesalahan, dan salah satu cara untuk menelanjangi kesalahan tersebut adalah dengan intropeksi diri dan
mengaku kepada Tuhan, kelemahan-kelemahan kita. Kita telanjangi dan
menceritakannya kepada orang yang “tepat” orang yang setidaknya objektif,
sehingga dalam proses tersebut kita terus belajar untuk dimurnikan sesuai
Firman Tuhan, dan si Iblis juga tidak memakai celah tersebut untuk melancarkan
serangan-serangannya! Jelas Allah telah memberikan kita sebuah pesan
rekonsiliasi, bahwa Kristus telah mendamaikan diri-Nya dengan dunia, dan kita
juga diajak mengejawantahkan perdamaian tersebut (2 Kor. 5:18-19).
Mungkin timbul pertanyaan dalam hati saudara, terus apa
hubungannya pengampunan dengan komunitas? Jelas hubungannya sangat erat sekali.
Komunitas itu sangatlah unik, karena ia merupakan kumpulan dari beraneka ragam
kepribadian, bermacam-macam individu dan latar belakang orang yang ada di
dalamnya. Oleh karena itu, jika hendak komunitas tersebut bertumbuh dengan
baik, sudah pasti ia harus memilki akar yang mantap, harus dipastikan terlebih
dahulu apakah akar-akar kepahitan-kepahitan masih merajalela dalam komunitas
tersebut, jika ya! maka harus diberesekan dulu dengan pengampuanan, tidak ada
cara lain! Pengampunan adalah sebuah karunia yang kita terima dan kita beri,
ketika kita disanggupkan memberikannya, maka komunitas kita telah berproses ke
arah yang benar, kearah Kristus. Allah yang baik dan indah itu.
Saya terlibat pelayanan di beberapa gereja di kota di mana
saya mengenyam pendidikan yaitu Yogyakarta, dan kebanyakan gereja yang saya
layani memilki jemaat yang cukup banyak, bahkan ada yang ribuan orang, namun
anehnya tidak ada perseketuan pemuda di sana. Saya lihat, mereka begitu rindu
memilki komunitas ataupun persekutuan pemuda yang begitu intim, kebersamaan
yang autentik dan menyenangkan. Namun sampai sekarang hal tersebut tetap jadi
doa dan harapan mereka, dan semoga segera terlaksana. Setelah mencoba sharing
dengan beberapa pemuda dan juga hamba Tuhan di
sana, mereja juga bergumul bagaimana sebenarnya menangani hal tersebut,
tidak sedikit usaha yang mereka lakukan untuk mewujudkan harapan mereka
tersebut, dan sampai sekarang pun, saya lihat mereka tetap dengan gigih
memperjuangkan hal tersebut.
Suatu anugrah yang begitu besar yang Tuhan telah karuniakan
kepada saya dan Anda juga!Di mana Ia menempatkan kita untuk
berkarya di GKI Duta Mas Batam, sesuatu yang tidak pernah saya pikirkan
sebelumnya, namun sekarang hal tersebut telah menjadi bagian dalam hidup saya.
Saya mulai terlibat aktif di GKI DM, tiga tahun setelah saya dibaptis pada
tahun 2005. Pada tahun 2008 saya mulai terlibat pelayanan di komisi pemuda, dan
saya mengalami banyak pertumbuhan rohani di sana. Memang terkadang terjadi miscommunication diantara sesama aktivis
maupun dengan teman-teman yang lain, namun dengan duduk bersama dan dengan kerendahan
hati, semua hal-hal yang memicu ketegangan tersebut dapat dibicarakan dan
diselesaikan.
Kerendahan hati, kemurahan, kelemahlembutan, kesabaran, dan
rasa welas-asih adalah sesuatu hal yang tidak bisa ditawar lagi dalam merajuk mahligai
komunitas yang sehat, itulah damai konkret yang dimaksudkan, damai yang
berasal dari tempat tinggi, karena Ia yang memampukan kita melakukannya (Kol.
3: 12-13). Dan hal-hal tersebut wajib dimiki oleh seorang murid. Murid yang
berproses menjadi seperti Sang Guru yang agung, yaitu Kristus sendiri. Dengan kata lain, ketika kita merawat suatu
komunitas, kita perlu hati seperti Tuhan Yesus, hati yang penuh belas kasihan, dan mau bertindak
duluan untuk mewujudkan kehendak Bapa.
“Ketika Tuhan melihat janda itu, tegeraklah hatiNya oleh
belas kasihan,……..” (Lukas.7:11-15). Berinisiatif dan melakukan “sesuatu”
duluan adalah salah satu karakter Sang Guru yang harus kita contohkan dalam
kehidupan kita ketika terjadi masalah dalam komunitas kita. Karena, sering kali
yang menjadi problem adalah bukan
masalah itu sendiri, namun respon kita ketika menghadapi masalah itu sendiri.
Sering kali kita ditawan oleh ego, pikiran, bahkan hati kita sendiri ketika
kita harus memutuskan, berinisiatif untuk menyelesaikan suatu masalah.
Kita harus mawas diri dan sangat hati-hati ketika kita mulai muncul pikiran
"seperti itu", kita belum melakukan tindakan “apa-apa”, namun kita keburu
berprasangka dan parahnya lagi membangung suatu ‘tembok’ dalam diri kita
terhadap seseorang ataupun suatu keadaan. Kita harus sangat hati-hati ketika terpersik
pikiran seperti itu, kita tidak boleh terjebak tipu-daya si Iblis, banyak cara
mereka bisa lakukan untuk melancarkan maksudnya dan kita harus lawan dan menang
dari hal tersebut. Totalitas ketertundukkan kepada Roh Kudus untuk menolong
kita dan orang lain adalah suatu keharusan, sembari kita menanggalkan
“keangkuhan, keakuan, keegoan,,,,kita”. Acap kali justru Tuhan pakai orang lain,
orang-orang di sekitar kita untuk menolong kita, berproses dengan mereka,
sehingga melalui peristiwa-peristiwa yang ada (banyak kali kepahitan) kita
boleh bertumbuh dalam suatu komunitas, dengan bahasa Amsal dikatakan, “Besi
menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya” (Amsal 27: 17).
Tidak bisa dipungkiri memang, masa muda, walaupun itu dalam
dunia rohani, tetap saja masa yang penuh dengan gejolak. Itu juga merupakan salah satu penyebab, mengapa di
beberapa gereja perlu “pendampingan khusus”, perhatian khusus kepada komisi
pemuda (para pemuda). Mungkin Anda tidak asing dengan kalimat ini, “orang muda
biasa mah, susah dimengerti, maunya
suka-suka sendiri, egois, susah diberitahukan….dll”. Pokoknya banyak sekali
sentiment negatif yang ditempelkan kepada “orang muda”. Saya pribadi kurang
setuju dengan pendapat tersebut, menurut saya, ukuran kedewasaan seseorang
tidak bisa dilihat dari usia, ataupun sebaliknya. Seorang muda belum tentu
tidak dewasa, demikian juga dengan yang sudah tua, belum tentu juga mereka
dewasa, jadi sebenarnya indikator ukuran
kedewasaan itu tidak bisa digeneralisir.
Saya sangat bangga melihat pertumbuhan rohani sahabat-sahabat
saya di GKI DM, meskipun sebagian dari mereka tampaknya tertatih-tatih dalam
perziarahan rohani ini, dan harusnya memang seperti itu. Namun, biarpun demikian mereka tetap berusaha dengan keras untuk mencapai
garis finish pelayanan mereka. Memang yang namanya pergumulan-pergumulan,
permasalahan dalam pelayanan pasti terjadi di sana-sini, namun ada upaya dari
mereka dengan kerendahan hati untuk duduk bersama dan membicarakannya. Saya
tahu, tidak mudah memang menanggalakn keakuan
itu, menanggalkan gengsi, "pakaian" yang tidak seturut Firman Tuhan itu, menanggalkan "kekerasan hati itu", menyangkal diri demi Kristus. Saya juga pernah mengalaminya, namun selama kita bergantung
pada Roh Kudus, dan berusaha memiki hati yang murni untuk Tuhan, semua itu bisa
dilakukan. Tidak ada masalah yang terlebih besar untuk kita hadapi, karena
Tuhan kita jauh terlebih besar dari itu semua. Justru melalui masalah-masalah
yang terjadi, melalui kelemahan kita,
nampak bahwa kuasa Tuhan itu sempurna, dan harusnya cukuplah kasih karuniaNya
itu bagi kita semua (2 Kor. 12:90).
Memiliki suatu komunitas yang sangat intim sudah pasti
menjadi dambaan semua orang dan hal tersebut saya dapatkan di GKI DM. Saya
sangat menikmati kebersamaan dengan teman-teman, sahabat-sahabat pemuda GKI DM
yang menyenangkan, autentik, dan membangun, meskipun tidak terlepas dengan yang
namanya “pergumulan”. Saya sadar menjadi menyenangkan itu tidak gampang, sebelum
kita “disenangkan terlebih dahulu” menjadi menyenangkan memerlukan kebesaran
hati. Demikian juga menjadi autentik, menjadi apa adanya, apa adanya yang rindu
untuk diperbaharui, menjadi orang yang murni, penuh dengan ketulusan, berusaha
menjadi seperti Kristus. Apalagi menjadi sahabat yang membangun, bagaimana kita
menjadi sahabat yang membangun, sebelum kita sendiri dibangun? Dibangun oleh
Sang designer yang sejati itu yaitu Kristus sendiri. Ketika membangun sebuah
bangunan, agar bangunan tersebut sesuai rancangan designer, maka perlu sebuah
proses, dan banyak kali proses tersebut “tidaklah enak”, perlu penyangkalan
diri, penghancuran diri, diremukkan guna dibentuk ulang, sehingga dengan berbagai kepelbagaian
hidup yang dialami akan menghasilkan out put
yang berkualitas, bangunan yang indah, yang penuh damai, yang harus terus
dirawat, dengan segenap kekuatan yang kita miliki bersama.
Menyemai bibit untuk ditanam tidaklah serumit merawat tanaman
itu sendiri. Ketika akan ditanam mungkin hanya musim-musim tertentu saja yang pada umumya
yang menjadi perhatian seorang petani! Namun tidak begitu ketika tanaman itu
sudah mulai bertumbih, mengeluarkan tunas, daun dsb, saat seperti itulah seorang petani,
benar-benar harus merawat tanaman tersebut. Ia harus melihat bagaimana pertumbuhan
tanaman tersebut, apakah lurus atau bengkok! apakah tumbuhan tersebut tumbuh
normal atau tidak! Apakah tumbuhan tersebut kurang air, apakah ada hama tanaman
yang mengganggunya, kapan waktunya penyiraman, apakah harus dibersihkan,
digemburi, dicabut rumput di sekiratnya, dicangkol dll! Intinya adalah, merawat
jauh lebih rumit prosenya daripada hanya sekedar menumbuhkan suatu tananam.
Demikian juga sebuah komunitas. Masalah yang banyak dihadapi
oleh banyak gereja pada saat sekarang ini adalah, bukan membentuk suatu
komunitas, namun merawat suatu komunitas. Membentuk tidaklah serumit yang kita
bayangkan, namun merawat, persis seperti merawat tanaman tersebut. Ketika
komunitas itu semakin bertumbuh, semakin banyak hal yang harus dilakukan untuk
merawatnya. Bahkan ketika komunitas itu semakin bertumbuh “baik” semakin
besar usaha yang harus kita lakukan,
semakin besar perhatian tercurah ke sana. Kita harus memotong daun, dahan yang
sudah layu, memberikan pupuk sesuai porsinya, terus memperhatikan , bagaimana
agar komunitas tersebut bertumbuh ke arah yang benar, benar-benar sesuai
kehendak Tuhan, yang transformatif, semakin dewasa, dan tentunya semakin serupa
dengan Kristus.
Merawat komunitas haruslah dengan kerendahan hati, kesabaran,
kelemahlembutan, dan totalitas tunduk kepada transformasi Kristus. Kita harus
sabar,belajar dari sikap Tuhan Yesus tadi. Ketika harus mengalah duluan, ya tidak apa-apa, demi Injil Kristus! jika
terjadi ketegangan, kita harus lemah-lembut,
ketika memiliki perbedaan pandangan, kita harus rendah hati ketika terjadi
masalah, kita harus menundukkan ego, keakuan, gengsi kita kepada Kristus dan
duduk bersama untuk membicarakannya dan membiarkan Roh Kudus leluasa untuk
bekerja dalam setiap hal yang sedang
kita hadapi.
Seorang teman pernah bercerita kepada saya, betapa
komunitasnya begitu berjuang untuk bertumbuh, menyelesaikan kesalahpahaman yang
kian membatu dalam komunitas mereka.
Ia bercerita, ketika terjadi “masalah itu”dalam pelayanan, pelayanan terasa hambar, seakan-akan
hanya sebuah kewajiban aja, sepertinya tidak ada damai di sana! Masalah demi masalah
yang terjadi dalam komunitas tersebut tidak pernah benar-benar terselesaikan dengan
baik, sampai ke akar-akarnya, dan mengakibatkan persoalan tersebut merembes
kemana-mana. Bahkan sampai terjadi blok
antara sesama aktivis, sangat disayangkan bukan! Ia bercerita, memang selama
ini mereka saling melayani bersama, dan mereka juga kadang sharing
bersama-sama, namun sering kali yang disharingkan adalah kulit-kulit persoalan-persoalan yang mereka hadapi, sehingga mereka
tidak benar-benar bisa memilki hubungan yang mendalam. Ia melanjutkan butuh
waktu yang sangat lama untuk merajut kembali hubungan tersebut, bahkan bekas-bekas dari apa yang telah terjadi di masa lalu itu tidak gampang terlupakan
begitu saja di dalam kehidupan berjemaat, maupun di dalam komunitas itu
sendiri. “Rasa itu begitu membekas”.
Ketika pengampunan itu susah sekali untuk direalisasikan, maka mustahil ia
melahirkan rasa damai, dan mustahil juga melahirkan suatu komunitas yang “diidam-idamkan”.
Seperti halnya merawat tanaman tadi, rasa damai itu juga perlu dirawat, dan
diusahakan oleh semua pihak dengan rendah hati, sebab damai itu akan berbuahkan
hal-hal yang manis, karena hal tersebut berasal dari kebenaran (Yak. 3:18).
Semua pihak harus bahu-membahu mengusahakannya, menciptakan kebersamaan, peka
terhadap teman sepenanggungan, sependeritaan, se-tujuan, semua pihak harus
tunduk seluruhnya kepada Kristus, sehingga komunitas tersebut bisa bertumbuh
dengan baik. Kiranya Roh Kehidupan, Roh Kudus menolong setiap kita untuk
menyemai damai itu dalam setiap inchi kehidupan
kita, khususnya dalam pelayanan kita, dalam komunitas kita. Sehingga komunitas
yang menjadi wadah kita untuk belajar bertumbuh, wadah untuk tempat kita
diproses, benar-benar menjadi teladan bagi setiap orang, yang darinya boleh
juga memberkati kehidupan orang lain di sekitar kita, dan semuannya itu hanya untuk kemuliaan Tuhan. Kirannya
Tuhan menolong setiap kita. Amin
Komentar
Posting Komentar